Sabtu, 09 Februari 2013

3 Salam Arigatou Chapter 16 “Whiteboard Hitam”


Mmh, gimana kabar temen2 semua? Semoga baik,


Kali ini Cerpen ga jelas 3 Salam Arigatou hadir kembali setelah tertimbun lama dan jarang muncul. (hehe)
Soalnya akhir akhir ini *ehem* maklum udah kelas 12. Bentar lagi udah mau LULUS alias hengkang dari sekolah, Selain itu saya pun kemaren kemaren lagi ada proyek lain selain 3 Salam Arigatou, yaitu Aliansi Kinton, The Powerful Razia, dan Rahasia Untuk Nakai.

3 cerpen tersebut juga bisa temen temen lihat di note Facebook saya, tentunya serta di blog saya yang udah lama gak ke urus dan sekarang akhirnya keurus juga karena memang ada tugas untuk bikin dan mengolah blog (PLAK!!)



Yah, silahkan dikunjungi. Banyak artikel bermanfaat seputar hiburan dan pendidikan. Juga cerpen cerpen saya juga bisa dibaca disitu. (sekalian promosi,ckckck)
Only on http://www.gubugsensei.blogspot.com
 GUBUG NYA CALON SENSEI

Cerita Sebelumnya...
Sejak masih duduk di SMP tersebutlah sekumpulan remaja yang dinamakan oleh teman temannya sebagai “4Sekawan”. 1 tahun telah berlalu, Digma, Mardhi, Qomar, dan Hasan kini telah mengambil jalannya masing masing. Salah satu dari mereka, yaitu Digma Fatahillah telah membuktikan mimpinya untuk pergi ke negeri sakura, Jepang. Bersama Khoir –finalis asal bandung, Ia menjadi finalis pada Olimpiade Matematika Internasional yang diselenggarakan di Tokyo. Setelah melewati Ujian pada babak penyisihan, Digma dan Khoir pun harap harap cemas ketika perlahan lahan mencari apakah ada nama mereka dalam daftar peserta yang lolos ke babak final. Apakah mereka akan lolos dan mendapatkan hadiah dari Pak Herman untuk jalan jalan ke Tokyo Tower dan bagaimanakah nasib para peserta yang lain.

3 Salam Arigatou Chapter 16
“Whiteboard Hitam”

Tokyo
07 Maret 2011 Pukul 10.00

“ Digma, Kau sudah menemukan nama kita? ” tanya Khoir diantara riuh keramaian para peserta lainnya yang sama sama ingin melihat adakah nama mereka terpampang di whiteboard.

“ Belum, Khoir ” jawabku. Aku pun terus berusaha mencari mungkin namaku terselip di antara nama nama yang lain. Satu per satu nama kubaca dan kulihat dengan teliti, tapi entah kenapa namaku dan Khoir belum ketemu juga. Setiap jariku menelusuri nama nama itu, hanya ada dua kata yang terus terpikirkan dan membolak balik batinku ini, sukses atau gagal.

Padahal mimpi menjadi pemenang Olimpiade Matematika Internasional adalah termasuk ke dalam mimpi mimpi besarku yang pernah ku tulis besar besar dengan tinta merah dan kutempelkan di dinding sebagai Dream Paper ku. Yang semenjak ku tulis, ku lebihkan tekad serta do’aku. Ada yang bilang, tekad besar yang kuat adalah tekad tekad yang diperkuat setiap harinya. Tapi bersamaan Aku menulis Dream Paper itu Aku pun membuat Foot Note atau Catatan kaki dibawahnya yang menyatakan Aku harus siap gagal. Pemenang sejati itu menurutku tidak hanya harus siap menerima indahnya kemenangan tapi juga harus siap jatuh dalam lubang kegagalan, sesakit apapun jatuhnya. Kegagalan dipandang bukan sebagai kematian melainkan proses pembelajaran untuk maju ke depannya.

    Seandainya Aku gagal menuju babak final ini, itu tidak terlalu mengecewakanku Aku sudah melakukan hal yang terbaik yang bisa Aku lakukan. Setidaknya Aku merasakan bagaimana rasanya babak penyisihan Olimpiade Matematika Internasional di Tokyo, Jepang. Kapan lagi Aku merasakan sensasi ke luar negeri secara gratis seperti ini!

    5 menit ku berdiri mencari nama ku dan Khoir membuat kakiku pegal. Yang kulihat sekarang berbeda dengan 5 menit sebelumnya, kini terdengar isak tangis dan tawa bahagia yang sesekali terdengar disekelilingku. Mungkin mereka adalah para peserta yang telah mengetahui hasilnya. Banyak orangtua dan kerabat mereka yang mulai berdatangan untuk menanyakan lulus atau tidaknya serta menyemangati mereka apapun hasil akhirnya. Suasana ini persis seperti yang pernah Aku rasakan sebelumnya saat pengumuman seleksi masuknya siswa baru di SMA beberapa bulan yang lalu.

    “ Digma, come here !” teriak Khoir memanggilku menuju keluar dari kerumunan peserta. Sepertinya dia telah mengetahui lolos atau tidaknya kami. Sesaat Aku melihat wajahnya, dia tampak sedih. “Kau sudah mengetahui hasilnya, Khoir?!” tanyaku penasaran. Tak lama, Khoir pun mengangguk pelan. Wajah dan tatapannya tak berbicara kepadaku, Ia dan pikirannya mungkin sedang mengawang awang tertuju pada apa yang barusan ia lihat. “Kenapa kau sedih begitu, Khoir? Apa yang terjadi? Kita gagal, ya?”

    Mendengar pertanyaanku barusan, Khoir langsung duduk jongkok memalingkan wajahnya ke lutut. Kali ini mungkin, kecemasanku akan benar benar terjadi. Seakan akan whiteboard itu telah meng-blacklist mimpiku sehitam hitamnya. Hitam pekat tak tersisa. Pasti para peserta lain yang kalah pun merasakannnya, langkah mereka di OMI ini terhenti setelah melihat nama mereka tak terpampang di whiteboard. Hanya sampai whiteboard, mereka memutuskan untuk kembali ke negara asal nya. Di pandanganku, whiteboard tak lagi berwarna putih, ia sesungguhnya hitam. Ia telah merusak mimpi mimpi sejumlah peserta yang kalah.

Tubuhku langsung bergetir, ujung jari jari ku pun entah kenapa mulai tak terasa lagi. Hanya mulutku yang bisa Aku coba untuk bergerak. Kuhampiri Khoir lebih dekat sambil berkata “Sudahlah,Khoir. Masih ada kesempatan lagi, kita bisa coba lagi tahun depan” ucapku singkat. Khoir pun kemudian mengangkat wajahnya walaupun air matanya masih tetap mengalir.

Tak lama, Khoir kemudian menepak pundakku. Pandangannya menatap tajam menembus kornea hingga diteruskan ke retina ku. “Ini tangis kebahagiaan, Digma kita lolos !!” Aku tak tahu harus bilang apa lagi, sesaat tubuhku lemas setelah melihat Khoir yang menangis. Sekarang rasanya Aku malah ingin pingsan. Khoir pun menunjukkan nama kita yang tertera di whiteboard hingga aku percaya. Aku masih terus merasa seperti berada di dalam mimpi. Dreams come true.

Tiba tiba ponselku berbunyi mengalunkan lagu Departure-nya Masatoshi Ono

Saigo made akiramenai sa (Tak pernah menyerah hingga akhir)
Yari tsuzukeru koto ni kanarazu imi ga aru (Pastilah ada maknanya terus melangkah maju)
You just try again (Kau coba lagi saja)
Yami O nukete     (Keluarlah dari kegelapan)

“nomor lokal?!” tanyaku pada Khoir sebelum memutuskan untuk mengangkatnya.

“ya,sudah.angkat saja.siapa tahu itu dari rumah Pak Andra”

Aku pun kemudian menekan tombol JAWAB

“moshi moshi...” sapaku duluan. Kutunggu beberapa detik kemudian, Entah kenapa si penelpon tidak menjawab pertanyaanku. Yang terdengar dia hanya mengoceh dengan teman temannya. Suaranya tumpang tindih, dan agak memekikkan telinga. sepertinya mereka saling berebut siapakah diantara mereka yang akan memulai percakapan. Karena Khoir sedari tadi merasa penasaran dengan percakapan ku dengan si penelepon-aneh itu.

Aku pun kemudian mengaktifkan speaker-phone agar Khoir tidak mati penasaran karena ingin tahu.
“hello, moshi moshi...” tanyaku lagi dengan tambahan kata  hello didepannya. Coba saja,mungkin ada pengaruhnya.

“urusee...!” tiba tiba si penelepon berteriak sangat keras hingga naik beberapa oktaf. Ajaib sekali, kata kata tersebut mampu mendiamkan kegaduhan yang dari tadi terus mengganggu.

“sst... Khoir,urusee itu artinya apa?!” tanyaku setengah berbisik. Aku tahu Khoir suka membawa kamus kemana mana. Kamus yang terakhir ku tahu sering dibawa Khoir kemana mana akhir akhir ini adalah Kamus 4 bahasa. Bahasa-Arab-Indonesia-Inggris-Jepang.

Khoir lalu perlahan lahan membuka kitab sastra 599 halaman kesayangannya itu. “urusee artinya sama seperti Shut Up di bahasa inggris” jawab Khoir. Aku terhenyak.

“Digma,Hi,it’s me Mc Donald!” sapa si penelpon.

“Mc Donald?!” Aku dan Khoir kaget.

“Digma,Khoir,disini sedang jam istirahat, disini juga aku gak sendiri,ada Kaguya dan Suzuki. Oh, iya ada teman sekelasku juga. Mereka juga mendukungmu,lho nih...” Mekdi pun mengarahkan hp nya ke hadapan semua teman temannya yang ada di kelas.

“Digma,Khoir ganbatte ne...!Banzai !Banzai!” terika sorak sorai teman sekelas nya Mekdi.

Sungguh ku tak menyangka, teman teman Mc Donald yang bahkan mereka belum pernah mengenalku, tiba tiba mendukungku seperti ini. Aku terharu.

“hayooo,kaget ya. Mereka mengenalmu kok Dig, walaupun secara tidak langsung,hehe. Sebenarnya Aku menceritakan semua kejadian saat kita di SMP dulu. Mereka kagum atas tindakanmu pada saat itu, setelah mereka tahu bahwa kau sekarang berada di Jepang dan sedang mengikuti OMI. Mereka sangat antusias mendukungmu, Dig.”

Sebelum menutup percakapan, Aku memberitahukan bahwa Aku dan Khoir telah lolos untuk menuju babak final 2 hari yang akan datang. Setelah mengetahuinya, Mekdi dan seluruh teman temannya terus meneriak neriakkan ‘ganbatte’ kepada kami. Mekdi pun bilang kalau jam pelajaran sudah usai, Ia, Kaguya, Suzuki dan Kenichi akan menjemput kita disini.

Kebetulan Aku dan Khoir masih menunggu agenda yang ke-2, yaitu pengarahan untuk babak final yang akan diselenggarakan dua hari lagi. Sambil menunggu pengarahan dimulai, Kami pun diberikan waktu untuk makan siang. Panitia OMI mengarahkan semua para peserta yang lolos dan yang tidak lolos untuk menuju ruang makan yang telah disediakan.

Suasananya cukup ramai, bahkan mungkin ramai sekali. Walaupun ramai, keramaian yang ada terantisipasi oleh ruangan yang begitu besar, sehingga tidak menimbulkan kesan ‘pemaksaan’ seperti di dalam angkot yang melebihi kapasitas duduk enam-empat. Di kanan enam, di kiri empat. Kalau lebih dari itu pasti tidaklah nyaman.  Menu yang disediakan Panitia OMI pun beragam. Yang menarik ada menu dari Nusantara juga turut dihidangkan, yaitu rendang padang. Aku pun tentu mengambilnya.

Selama di meja makan, selain makan tentunya. Aku dan Khoir berbincang banyak tentang kisah diriku dan Mc Donald semasa di SMP. Ternyata Khoir penasaran bagaimana Aku bisa berteman dengan Mc Donald- si bule itu pada saat di Indonesia. Daripada Khoir mati penasaran, Aku pun menceritakan kisahku semasa SMP ketika Aku bertemu pertama kalinya dengan Mc Donald.

*****FLASHBACK ON*****

Saat itu hari senin, di depan gerbang sekolah. Sebuah mobil berhenti dan dari dalam mobil itu keluarlah seorang anak lelaki. Remaja Lelaki ini tidak seperti biasanya. Dia adalah seorang warga negara asing -sebut saja bule. Kulitnya putih seperti bawang putih, namun warna itu tak sepadan dengan rambutnya yang super afro. Dia berjalan perlahan lahan menuju ke ruang guru.

Kemudian seketika langkahnya terhenti, ia kemudian mengeluarkan alat berbentuk seperti hp, warnanya hitam dan lebih besar. Ia arahkan ke udara beberapa kali. Sesekali ia mengernyitkan kening. Tiba tiba Jarum penunjuk yang ada di layar hp itu bergerak dan semakin bergerak dan akhirnya bergerak cepat tak beraturan.
“ what’s happenning with my...” ucap kaget remaja itu. Mukanya sesaat mengeluarkan keringat hingga menetes ke dagu.

“glek”ia menelan ludah.

”It’s is amazing”  Sejurus kemudian ia malah senyum tipis dan mengangkat kedua tangannya ke atas.

“ hey, my new middle school, The Ghost Buster is coming!!! ”

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah sebelum dilarang